Profil : Usep Suparman ” Kepincut Elang Jawa…”
Dikalangan pengagum burung Elang, nama Usep Suparman memang sudah tidak diragukan lagi. Kang Use, panggilan akrabnya, sudah hampir 12 tahun menjalani hobi dan pekerjaannya di dunia Elang Jawa. Namun, siapa sangka pria berkelahiran 19 Maret 1976 ini ternyata tidak memiliki latar belakang ‘perburungan’. Simak wawancara saya bersama Kang Use saat kami pengamatan migrasi Elang di Puncak.Berawal saat lulus SMA tahun 1994, Kang Use melihat seorang bule pengamatan burung di Taman Nasional Gede Pangrango. Karena bule ini sering pengamatan, maka Kang Use pun berkenalan, ternyata bule yang dikenalnya adalah Bas Van Balen. Kang Use pun bertanya, apa enak dan menariknya pengamatan burung. Di tangan Bas Van Balen lah, Kang Use diajar mengideentifikasi burung melalui suara burung. Dan burung pertama yang Ia lihat adalah jenis Burung madu gunung. Dari sinilah, ketertarikan Kang Use terhadap burung dimulai. Saking tertariknya, Bas Van Balen menghadiahkan binokular untuk pengamatan.
Waktu pun bergulir, tahun 1996, Ia mulai pengamatan Elang Jawa dan dari sinilah bersama orang Jepang di Telaga Warna, Cibulao, Puncak selama 3 hari, Ia mengenal dan mendalami Elang Jawa. Menurut Kang Use saat ditanya kenapa menyukai Elang Jawa, Ia bertutur : “ Saat di Cibulao, saya melihat ada sarang dan anaknya Elang Jawa, sangat menarik.. dan ternyata saat saya belajar lebih dalam tentang Elang Jawa, ternyata ekologi, peran Elang dapat melindungi hutan dan masyarakat”.
Semenjak itulah, Kang Use yang telah berpergian ke Halimun, Ujungkulon, TNGP, Bali, Flores, Lombok dan Way Kambas ini sering ikut penelitian bersama LIPI dan hingga sekarang masih menjadi pemandu saat ada wisatawan luar negeri ingin melihat Elang Jawa. Dari kecintaannya terhadap Elang Jawa, saat ini Kang Use bekerja sama dengan TNGP dan masyarakatnya mengelola kawasan mengenai air bersih. Dan untuk lokasi pemilihannya, tetap Elang Jawa diikutsertakan. Karena menurut Kang Use saat ditanya mengapa pemilihan lokasi berdasarkan Elang Jawa, dia berkomentar: “ Kalo ada raptor di hutan, berarti hutan itu masih bagus dan sosial budaya masyarakat setempat juga bagus”.
Selain aktif di masyarakat, Kang Use juga aktif di RCS (Raptor Conservation Society) berlokasi di Cibodas. Di kelompok ini, dia juga mengajak orang lokal yang terpilih untuk ikut dalam kegiatan konservasi Elang. Alhasil, RSC telah 5 kali menjadi guide para wisatawan Jepang yang sering datang ke Indonesia, tepatnya ke Puncak untuk mengamati Elang bermigrasi.
Menurutnya, orang Indonesia, khususnya pengamat burung harus malu sama orang Jepang yang rela datang ke Indonesia dan pengamatan Elang saat musim migrasi di Indonesia. Saat ini, menurut Kang Use pengamat burung, khususnya Elang sudah semakin menurun. “ Pada tahun di bawah 2000, banyak sekali yang mengamati Elang, tapi sekarang sudah mulai nga ada”. Dia berpesan kepada para pengamat burung untuk terus mengamati raptor, karena dari sinilah rejeki juga bisa didapat.
Jadi para pengemar burung, jangan takut dari hobi bisa dijadikan pekerjaan, seperti Kang Use.
0 komentar:
Posting Komentar